KUMPULAN MAKALAH ILMU DAKWAH
KUMPULAN MAKALAH ILMU DAKWAH
By :
Nama : ERTIN
Nim
: 14 01 01 01 143
Kelas
: PAI A VI
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KENDARI
2017
KATA PENGANTAR
بسم الله
الرحمن الرحيم
الحمد
لله رب العالمين و الصلاة و السلام على أشرف الأنبياء و المرسلين و على آله و
أصحابه أجمعين. أما بع
Segala puji
bagi Allah SWT, atas nikmat yang telah diberikan baik berupa nikmat kesehatan ataupun nikmat kesempatan
sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan.
Shalawat dan
salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah meletakkan peradaban
kemanusiaan yang diridhoi Allah SWT.
Penulis
tahu, bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dari sisi isi pembahasan,
penulisan kalimat dan sebagainya, beranjak dari
kesadaran itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif sebagai penambahan pengetahuan
bagi penulis dalam menyusun makalah selanjutnya.
Terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah ini yang telah memberikan
ilmunya serta bimbingannya kepada kami
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan Pada teman-teman yang
turut memberikan sumbangsih pikiran serta tenaga dalam penyusunan makalah ini.
Penulis juga tak lupa untuk
meminta maaf yang sebesar-besarnya jika dalam pembuatan makalah ini ada
pihak/badan yang merasa dirugikan, karena semuanya hanya kebetulan saja.
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ..................................................................................... i
KATA
PENGANTAR .................................................................................. .... ii
DAFTAR
ISI ................................................................................................. .... iii
I.
LANDASAN
KONSTITUSIONAL DAKWAH............................. 1
II.
KOMPETENSI
DA’I......................................................................... .... 6
III.
DAKWAH PADA MASYARAKAT PEDESAAN............................. 9
IV.
DAKWAH PADA MASYARAKAAT PERKOTAAN...................... 13
V.
MODEL SISTEMATIKA CERAMAH............................................... 19
VI.
MODEL SISTEMATIKA KHUTBAH................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... iv
I
LANDASAN
KONSTITUSIONAL DAKWAH
I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Masalah
utama yang harus ditata untuk bangunan sebuah ilmu adalah mengenai hal yang
berkaitan dengan dengan epistemologi ilmu yang bersangkutan. Karena
epistemologi merupakan dasr pijakan dengan bangunan ilmu dakwah. Dalam hal
ini,tampaknya belum banyak tulisan atau forum diskusi dan seminar yang secara
kusus membahas epistemologi dakwah.
Dalam Al-qur’an dan hadist serta sunnah-sunnah Rasulullah
bisa kita dapati sentuhan-sentuhan teoritis yang merupakan benih keilmuan dakwah,yang etlah banyak dijabarkan para
pakar yang berusahamengembangkan ilmu dakwah,baik yang ditukis dalam bahasa
Arab maupun bahasa Indonesia,yang tidak bisa kami sebut satu persatu disini. Tetapi upaya membangun kerangka keilmuan yang sistematis dan baku
harus selalu diupayakan.
2.
Rumusan Masalah
Berdasrkan lattar belakng diatas maka terdapat beberapa
rumusan masalah sebagai berikut :
a. Apa yang dimaksud dengan landasan konstitusional dakwah ?
b. Bagaimana landasan konstitusional dakwah ?
3.
Tujuan Penulisan
a.
Untuk mengetahui pengertian landasan konstitusional
dakwah
b.
Untuk mengetahui landasan konstitusional
II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Dakwah
Dakwah pada mulanya dipahami sebagai perintah Allah yang tertuang dalam al-Qur’an. Bagi setiap Muslim
yang taat kepada Allah, maka perintah berdakwah itu wajibdilaksanakan. Ketika
dakwah dilaksanakan dengan baik, lalu disadari bahwa dakwah itumerupakan suatu
kebutuhan hidup manusia. Ketika dakwah disadari sebagai suatukebutuhan hidup,
maka dakwah pun menjadi suatu aktivitas setiap Muslim kapan pundan di mana pun
mereka berada. Kemudian aktivitas dakwah pun berkembang dalamberbagai situasi
dan kondisi dengan berbagai dinamikanya.
Djalaluddin
rachmat memberi batasan ilmu dakwah sebagai ilmu yang mempelajari proses
penerimaan,pengolahan,dan penyampaian ajaran islam untuk mengubah
individu,kelompok,serta masyarakat sesuai dengan ajaran islam. Sedangkan
menurut Amrullah Achmad memberi pengertian ilmu dakwah adalah sebagai kumpulan
pengetahuan yang bersumber dari Allah dan dikembangkan umat islam dalam susunan
yang sisitematis dan terorganisir mengenai manhaj melaksanakankewajiban dakwah
bertujuan beriktiar mewujudkan khoiru ummah(umat terbaik).
Epistemologi
dakwah adalah usaha seseorang untuk menelaah masalah –
masalah,objectivitas,metodologi,sumber,serta validitas pengetahuan secara
mendalam dengan menggunakan dakwah sebagai subyak bahasan(titik tolak
berfikir).
2.
Landasan Dakwah
Dalam hubungannya dengan landasan konstitusional dakwah, kita dapat melihat berapa banyak dari ilmuan muslim yang juga
menggunakan landasan pengetahuan yang bersumber pada islam. Semua sependapat
bahwa sumber pengetahuan adalah Allah. Hal ini dinyatakan secara jelas dalam
Al-qur’an surat Al.Kahfi ayat 109 di tegaskan:
Artinya:
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat
Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat
Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)"
Dengan
ungkapan berbeda, al-qur’an menyatakan dalam bentuk cerita, pada saat awal
penciptaan manusia, yaitu adam. Allah
mengajarkan kepada adam sesuatu yang tidak di ketahui adam. Kemudian
dikatakan Allah sebagai sumber ilmu pengetahuan adalah dengan diwahyukannya
(al-quran dan hadits), dan pengetahuan empiris (yang tidak diwahyukan) yang di
dapat dari pengamatan dan penelitian terhadap penomena alam. Kemudian landasan
lain yang perlu dipertimbangkan adalah teoritis, yaitu hasil karya manusia yang
khusus mengkaji dakwah. Berangkat dari penjelasan diatas, dalam pengembangan
dakwah perlu kiranya di pertegas tentang epistemology dakwah secara keilmuan.
dalam hal ini berkaitan dengan landasan.Oleh karena itu teori kebenarannya
adalah kebenaran ilmu dan bukan kebenaran agama, kebenaran itu diuji sejauh
mana keabsahan suatu pengetahuan itu,dan
ini memerlukan pembuktian. Hubunganya
dengan ilmu dakwah berdasarkan sumber-sumber pengetahuan tersebut kami tawarkan metode pendekatan didalam ilmu
dakwah yaitu
1.
Pendekatan Normatif intinya berusaha menemukan prinsip dakwah dari
sumber normatif(al-quran dan hadits,maupun sejarah rosulullah.yaitu dengan
mengetahui asbab an nuzul dan asbab al wurud serta metode tafsir dan hadits.
2.
Pendekatan Empiris innntinya berusaha mengkaji atau
menyelidiki kasusu-kasus yang terjadi di masyarakat.yaitu untuk menemukan teori
baru atau mengembangkan teori yang sudah ada.
3.
Pendekatan filosofis intinya berusaha mengkaji pemikiran para ulama
atau pakar dakwah meleluai tulisan/karyanya.
3.
Hakikat Dakwah
Merujuk pada makna yang terkandung dalam al Quran surat
al Nahl (16:125), dakwah Islam dapat dirumuskan sebagai kewajiban Muslim
mukallaf untuk mengajak, menyeru dan memanggil orang yang berakal menjalani
jalan Tuhan (din al-Islami) dengan cara hikmah, mauidzoh hasanah (super
motivasi positif), dan mujadalah yang ahsan (cara yang metodologis) dengan
respon positif atau negatif dari orang yang berakal yang diajak, di sepanjang
zaman dan disetiap ruang.
Hakikat
dakwah Islam tersebut adalah perilaku keislaman muslim yang melibatkan unsur
dai, maudhu’ atau pesan, wasilah atau media, uslub atau metode, mad’u dan
respon serta dimensi hal-maqom atau situasi dan kondisi.
Sebagaimana
sedikit telah penulis singgung diatas Hakikat Dakwah Islam ini menunjukkan
bahwa terdapat tiga bentuk utama dalam proses menda’wahkan islam, yaitu :
1. Melalui ahsanul
qaul
2. Ahsan ‘amal,
dan
3. Keterpaduan
bentuk ahsan qaul dan ahsan ‘amal (contoh yang baik)
Mengacu
pada uraian yang telah dikemukakan di atas, maka hakikat da’wah islam ialah proses
internalisasi (pendalaman/penghayatan),
transmisi (pemindahan), difusi (perpindahan),
institusionalisasi dan transformasi dien al islam dalam totalitas kehidupan
manusia mukallaf guna mencapai tujuan hidup dunia dan akhirat.
4.
Sumber Dakwah dan Ilmu Dakwah
Ilmu dakwah adalah kumpulan pengetahuan yang membahas
masalah dan segala hal yang timbul atau mengemuka karena adanya interaksi antar
unsur dari sistem dakwah agar diperoleh pengetahuan yang tepat, dan benar
mengenai kenyataan dakwah.
Dalam
beberapa literatur disebutkan bahwa sumber-sumber ilmu teridir dari empat
macam, yaitu akal, instuisi, indra dan otoritas. Ada juga yang berpendapat ilmu
bersumber dari Wahyu, akal dan alam. Muhammad Iqbal menyatakan sumber ilmu
adalah afaq (alam semesta), anfus (ego/diri) yang terdiri dari panca indra akal
dan instuisi, tarikh (sejarah). Jika kita pahami ketiga pendapat diatas
sebenarnya terjadi persamaan fungsi dari Wahyu, otoritas dan sejarah dalam
pengertian Muhammad Iqbal, kemudian indra jika dihubungkan dengan konsep sumber
ilmu Muhammad Iqbal sama dengan afaq dan anfus.
Macam-macam
sumber ilmu tersebut jika dihubungkan dengan denotasi dakwah ditemukan bentuk
hubungan yang spesifik antara macam sumber tertentu dengan objek forma ilmu
dakwah. Objek forma ilmu dakwah secara terperinci dapat dipahami sebagai
problematika yang timbul dari interaksi antar unsur dalam sistem dakwah,
unsur-unsur yang dimaksud adalah Doktrin Islam, Dai, Tujuan dakwah dan Mad’u..
Interaksi
Doktrin Islam dengan Da’I melahirkan realitas dakwah yang berupa pemahaman da’I
terhadap hakikat, status, dan fungsi dakwah dalam sistematika ajaran Islam.
Problematika ini mempersoalkan dasar-dasar umum dan hakikat dakwah sebagai
realita dalam ajaran Islam, esensi pesan, dinamika dakwah dalam sejarah menurut
perspektif Al Quran, hadist dan produk pemikiran mengenai ajaran Islam itu
sendiri.
Realitas yang muncul dari interaksi antara unsur da’I dan
mad’u adalah kemungkinan terjadi penerimaan dan penolakan terhadap pesan dakwa,
dampak praktek dakwah terhadap keduanya secara psikologi dan sosiologi,
perencanaan penyajian pesan dakwah, sumber ilmu yang relevan dengan kajian
terhadap objek forma anfus dan afaq.
Interkasi mad’u dan tujuan dakwah adalah problematika
model (uswah) yang dapat diamati secara empiris oleh mad’u yang berkaitan
dengan bentuk nyata prilaku individual dan kolektif yang dapat dikategorikan
sebagai prilaku dalam dimensi amal shaleh.
III
PENUTUP
Islam
sebagai agama dakwah senantiasa mendorong umatnya untuk aktif dalam
melaksanakan kegiatan dakwah. Maju mundurnya agama islam sangat ditentukan oleh
aktivitas dakwah yang dilakukan oleh umat.
Ilmu
dakwah adalah kumpulan pengetahuan yang membahas masalah dan segala hal yang
timbul dari interaksi unsur-unsur sistem dakwah, agar diperoleh pengetahuan
yang benar, dan tepat dari kenyataan dakwah. Allah SWT sebagai sumber dar
segala sumber dakwah, meski demikian dalam kenyataan empiris yang menjadi
pedoman pelaksanaan dakwah, namun tetap tidak keluar dari Al Quran, sunnah
rasul, dan histori kenyataan dakwah. Banyak da’i yang menjadikan experience
sebagai referensi dalam menjalankan aktivitas dakwahnya.
Hubunganya dengan ilmu dakwah berdasarkan
sumber-sumber pengetahuan tersebut kami tawarkan metode pendekatan didalam ilmu
dakwah yaitu
1.
Pendekatan Normatif intinya berusaha menemukan prinsip dakwah dari
sumber normatif(al-quran dan hadits,maupun sejarah rosulullah.yaitu dengan
mengetahui asbab an nuzul dan asbab al wurud serta metode tafsir dan hadits.
2.
Pendekatan Empiris innntinya berusaha mengkaji atau
menyelidiki kasusu-kasus yang terjadi di masyarakat.yaitu untuk menemukan teori
baru atau mengembangkan teori yang sudah ada.
3.
Pendekatan filosofis intinya berusaha mengkaji pemikiran para ulama
atau pakar dakwah meleluai tulisan/karyanya.
Dengan tujuan mengembalikan potensi fitrah
manusia agar eksistensinya memiliki makna dihadapan sang penciptanya, dakwah
memberikan tugas mulia pada manusia untuk selalu menyerukan doktrin Islam yang
akan membawa pada kebahagiaan yang hakiki.
II
KOMPETENSI DA’I
1. Latar Belakang
Islam adalah agama
dakwah yang rahmatan lil'alamin. Aktivitas dakwahnya menyeru manusia kepada
hidayah Allah Swt dan mencegah dari yang mungkar. Setiap muslim mempunyai
kewajiban untuk menjalankan dakwah dimanapun ia berada sesuai dengan kapasitas
yang dimiliki. Baik dalam bentuk dakwah bil hal maupun dakwah bil lisan. Namun
demikian, walaupun dakwah menjadi tugas setiap muslim, untuk mempermudah tujuan
dakwah secara efektif dan efesien harus ada sekelompok orang yang memperhatikan
masalah ini secara serius dan profesional. Mereka ini adalah para alim ulama,
kyai, ustadz dan cendikiawan muslim yang dapat disebut dengan da'i (orang yang
menyeru).
Ketika Islam
bersentuhan dengan dunia modern, terutama menghadapi arus yang mengglobal.
Ketika itu pula permasalahan dakwah Islam semakin kompleks, dimana nilai-nilai
agama dan moral semakin ditinggalkan, liberalisme dan kapitalisme menjadi-jadi.
Sehingga lahirlah masyarakat yang hedonisme dan konsumerisme serta sifat-sifat
lainnya. Pengaruh ini sekaligus menjadi tantangan bagi penyeru agama/da'i untuk
berpikir dan bertindak lebih arif serta bijaksana, dalam menyampaikan
pesan-pesan agama kepada umat manusia.
Seorang da'i, dituntut
untuk menguasai ilrnu yang komprehensif dan tentu saja dibarengi dengan akhlak
yang mulia, karena sejatinya mutu dan penampilan da’i sangat menentukan
kelemahan dan kekuatan dalam berdakwah. Seorang da'i tidak hanya pandai
mengatakan sesuatu ini boleh dikerjakan dan yang lain haram dilaksanakan,
sementara dirinya sendiri belum mampu melaksanakan apa yang dia sampaikan,
tetapi hendaknya ia dapat melaksanakan dakwah dengan memulai dari dirinya
sendiri.
2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud kompetensi dai?
2. Apa saja kompetensi seorang Da’i?
3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian kompetensi dai
2. Untuk mengetahui
kompetensi seorang dai
II
Kompetensi da’i adalah sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan, dan
perilaku serta keterampilan yang harus dimiliki oleh para da’i, baik kompetensi
substantif maupun kompetensi metodologis.
Adapun kompetensi yang harus dimiliki seorang da’i yaitu
Ø
Kompetensi Substantif :
a. Memahami agama Islam
secara komperhensif, tepat dan benar.
b. Memiliki akhlak yang
baik (al-akhlaq al-kariimah), seorang
pribadi yang menyampaikan ajaran yang mulia, dan mengajak orang menuju
kemuliaan, tentulah seorang da’i
memiliki akhlaq mulia yang
terlihat dalam seluruh aspek kehidupannya. Seorang da’i harus memiliki sifat
shiddiq, amanah, sabar, tawaddhu’, adil, lemah lembut, selalu ingin
meningkatkan kualitas ibadahnya dan sifat-sifat mulia lainnya.
c. Mengetahui perkembangan
ilmu pengetahuan yang relatif luas, yang dimaksud dengan pengetahuan di sini
adalah cakupan ilmu pengetahuan yang paling tidak terkait dengan pelaksanaan
dakwah, antara lain, ilmu bahasa, ilmu komunikasi, ilmu sosiologi, psikologi
dakwah, teknologi informasi baik cetak maupun elektronik, ilmu patologi sosial
dll.
d. Memahami hakikat
dakwah. Hakikat dakwah pada dasarnya adalah mengadakan perubahan sesuai dengan
Alquran dan Al-Hadits, artinya perubahan yang bersifat normatif, sebagai contoh
: Perubahan dari kebodohan kepada kepintaran, perubahan dari keimanan atau
keyakinan yang batil kepada keyakinan yang benar, dari tidak faham agama Islam
menjadi faham Islam, dari tidak mengamalkan Islam menjadi mengamalkan ajaran
Islam, dan Allah tidak akan memberi petunjuk dan kemudahan kepada manusia untuk
dapat berubah kecuali kalau manusia berjuang dengan ikhlas, tekad yang kuat
dan ikhtiar yang maksimal.
e. Mencintai objek dakwah
(mad’u) dengan tulus, mencintai mad’u merupakan salah satu modal dasar bagi
seorang da’i dalam berdakwah, rasa cinta
dan kasih sayang terhadap mad’u akan membawa ketenangan dalam berdakwah.
Seorang da’i harus menyadari bahwa objek dakwah adalah saudara yang harus
dicintai, diselamatkan dan disayangi dalam keadaan apapun, walaupun dalam
keadaan objek dakwah menolak pesan yang disampaikan atau meremehkan bahkan membeci.
f. Mengenal kondisi
lingkungan dengan baik. Da’i harus memahami latar belakang kondisi sosial,
ekonomi, pendidikan, budaya dan berbagai dimensi problematika objek dakwah,
paling tidak mendapat gambaran selintas tentang kondisi mad’u secara umum, agar
pesan dakwah komunikatif atau sesuai dengan kebutuhan mad’u.
g. Memiliki kejujuran dan
rasa ikhlas, karena keihklasan dan kejujuran merupkan faktor yang sangat
prinsip, dan menentukan diterimanya amal ibadah oleh Allah Swt, dan aktifitas
dakwah yang dilaksanakan secara ikhlas akan selalu mendapat pertolongan dari
Allah Swt.
Ø Kompetensi Metodologis
:
a. Da’i atau pendakwah
harus mampu mengidentifikasi
permasalahan dakwah yang dihadapi, yaitu mampu mendiagnosis dan
menemukan kondisi objektif permasalahan yang dihadapi oleh objek dakwah.
b. Da’i atau pendakwah
harus mampu mencari dan mendapatkan informasi mengenai ciri-ciri objek-objek
dakwah serta kondisi lingkungannya.
c. Berdasarkan informasi
yang diperoleh dengan kemampuan pertama dan kedua di atas seorang da’i akan
mampu menyusun langkah-langkah perencanaan bagi kegiatan dakwah yang
dilakukannya.
d. Berkemampuan untuk
merealisasikan perencanaan tersebut dalam melaksanakan kegiatan dakwah.
Kompetensi da’i adalah sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan, dan
perilaku serta keterampilan yang harus dimiliki oleh para da’i, baik kompetensi
substantif maupun kompetensi metodologis.
Kompetensi
yang harus dimiliki seorang da’i yaitu kompetensi substantif dan kompetensi
metodologis.
III
DAKWAH
PADA MASYARAKAT PEDESAAN
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Dakwah merupakan hal
terpenting dalam ajaran agama, karena dengan berdakwah ajaran agama dapat
dilestarikan dan tidak akan hilang. Karena pentingnya dakwah bagi
keberlangsungan ajaran agama maka hal ini menjadi perhatian penting untuk bisa
mengetahui tata cara dakwah yang efektif sehingga dakwah bisa diterima di
seluruh aspek masyarakat.
Dakwah yang
efektif yaitu dakwah yang berhasil dari segi pendakwahnya, materi
dakwahnya dan para pemdengar dakwah itu sendiri. Ketiga komponen tersebut harus
selalu berkaitan agar inti dari dakwah tersebut dapat disampaikan secara
jelas dan tepat serta tidak mengandung kesalahpahaman. Dalam makalah ini
saya mencoba menjelaskan karekteristik dakwah di daerah pedesaan. Namun sebelum
itu kami akan menbahas tentang keadaan social kemasyarakatan di pedesaan yang
pasti berbeda dengan di daerah kota. Hal ini akan sangat mempengaruhi bagaimana
metode dan materi yang efektif yang harus dipakai oleh penda’i untuk bisa
menyampaikan dakwahnya secara tepat.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi
masyarakat pedesaan ?
2. Bagaimana karakteristik
dakwah di masyarakat pedesaan?
3.
Apakahyang
menjadi hambatan dakwah pada masyarakat pedesaan?
3.
Tujuan
1. Mengetahui kondisi
masyarakat pedesaan .
2. Mengetahui
karakteristik dakwah di masyarakat pedesaan.
II
PEMBAHASAN
1.
Kondisi Kemasyarakatan Di Pedesaan
Desa, kampung atau
dusun merupakan area pemukiman yang biasa terletak di daerah dataran tinggi dan
jauh dari keramaian kota, dengan mata pencaharian yang relatif sama antar
warganya seperti bertani, nelayan dan berternak (lebih mengutamanakn
potensi alam), dan sangat bersifat toleran dalam arti sagat mementingkan aspek
kebersamaan dan kekeluargaan antar sesama warga di desanya. Dibawah ini
merupakan beberapa ciri-ciri masyarakat pedesaan yang akan berkaitan erat
dengan penggunaan metode dakwah yang efektif di pedesaan.
Ciri-ciri masyarakat
pedesaan:
1. Letaknya relatif jauh
dari kota dan bersifat rural.
2. Lingkungan alam masih
besar peranan dan pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat pedesaan
3. Mata pencaharian
bercorak agraris dan relatif homogen (bertani, beternak, nelayan, dll)
4. Corak kehidupan
sosialnya bersifat gemain schaft (paguyuban dan memiliki
community sentiment yang kuat)
5. Keadaan penduduk
(asal-usul), tingkat ekonomi, pendidikan dan kebudayaannya relatif homogen.
6. Interaksi sosial antar
warga desa lebih intim dan langgeng serta bersifat familistik
7. Memiliki keterikatan
yang kuat terhadap tanah kelahirannya dan tradisi-tradisi warisan leluhurnya
8. Masyarakat desa sangat
menjunjung tinggi prinsip-prinsip kebersamaan / gotong royong kekeluargaan,
solidaritas, musyawarah, kerukunan dan kterlibatan social.
9. Jumlah warganya relatif
kecil dengan penguasaan IPTEK relatif rendah, sehingga produksi barang dan jasa
relatif juga rendah
10. Pembagian kerja dan
spesialisasi belum banyak dikenal, sehingga deferensiasi sosial masih sedikit
11. Kehidupan sosial
budayanya bersifat statis, dan monoton dengan tingkat perkembangan yang lamban.
12. Masyarakatnya kurang
terbuka, kurang kritis, pasrah terhadap nasib, dan sulit menerima unsur-unsur
baru
13. Memiliki sistem nilai
budaya (aturan moral) yang mengikat dan dipedomi warganya dalam melakukan
interaksi sosial. Aturan itu umumnya tidak tertulis
14. Penduduk desa bersifat
konservatif, tetapi sangat loyal kepada pemimpinnya dan menjunjung tinggi tata
nilai dan norma-norma ang berlaku.
Sedangkan Menurut Landis
( ilmuan sosiologis), terdapat beberapa karateristik masyarakat
desa yang perlu dipahami, antara lain yaitu
1. Umumnya mereka curiga
terhadap orang luar yang masuk
2. Para orang tua umumya
otoriter terhadap anak-anaknya
3. Cara berfkir dan sikapnya
konservatif dan statis
4. Mereka amat toleran
terhadap nilai-nlai budayanya sendiri, sehingga kurang toleran terhadap budaya
lain
5. Adanya sikap pasrah
menerima nasib dan kurang kompetitif
6. Memiliki sikap
kurang komunikatif dengan kelompok sosial diatasnya.
Seluruh ciri atau
karakteristik masyarakat pedesaan di atas sangat berpengaruh terhadap konsep
berdakwah di pedesaan. Bagaimana seorang da’i dapat menyesuaikan metode
dakwahnya dengan keadaan masyarakata pedesaan yang cenderung menerima sikap
pasrah dan kurang komunikatif dengan arang golongan diatasya (orang kaya). Hal
ini akan kami bahas dalam pembahasan kami selanjutnya.
2.
Karakteristirk Dakwah di Pedesaan
1.
Metode dakwah yang biasa dilakukan di pedesaan biasanya secara langsung
misalnya dengan pengajian, tabliq akbar dan face to face, hal ini disebabkan
karena waktu dan rutinitas yang dilakukan orang pedesaan relative masih
rendah atau masih banyak waktu kosong serta sikap individualismenya masih
rendah. Dan menjadikan masjid atau musholah sebagai tempat utama dalam
berdakwah serta pesantren sebagai tempat utama untuk pendidikan anaknya.
2.
Dari aspek panda’i biasanya cenderung lebih bersifat otoriter dalam hal
penyampaian materi dakwahnya, hal ini karena sifat mad’u nya yang pasif dan
mudah menerima bukan kritikal sehingga dengan sikap otoriter membuat mad’u
mudah menerima apasaja yang disampaikan oleh da’i.
3.
Materi dakwah di pedesaan biasanya lebih bersifat agamis contohnya seperti:
ibadah, fikih, akhlak dan muamalah. Masyarakat pedesaan tidak begitu suka
dengan materi dakwah yang disangkutpautkan dengan ilmu teknilogi ataupun
politik negara.
4.
Citra da’i menjadi hal yang sangat penting dalam menyampaikan dakwah di
pedesaan dibandingkan dengan isi dakwah itu sendiri karena sifat masyarakat
desa yang sangat menghargai orang-orang yang berilmu dan jiwa
sosialitasnyatasnya yang tinggi.
5.
Masyarakat di pedesaan lebih menyukai dakwah yang sesuai dengan tradisi
mereka yang telah ada artinnya tidak mudah unutk menerima pemahaman baru yang
berbeda dengan pemahaman islam yang telah ada di desa tersebut.
3. Hal-hal yang menjadi hambatan dakwah pada masyarakat
pedesaan
Berikut
ini beberapa hambatan yang secara umum sering dijumpai ketika berdakwah pada
masyarakat desa, diantaranya:
1.
Ketika da’i
melakukan hal negatif dalam kehidupan sehari-hari, dan menyangkut dengan mad’u,
maka hilanglah kepercayaan masyarakat terhadap da’i tersebut. Masyarakat akan
cenderung mengabaikan pesan-pesan yang disampaikan oleh da’i.
2.
Masyarakat
merasa jenuh karena pengemasan pesan dakwah yang kurang menarik.
3.
Da’i dalam
menyampaikan pesan dakwah yang tidak sesuai dengan kondisi mad’u.
III
KESIMPULAN
Metode dakwah yang biasa dilakukan di
pedesaan biasanya secara langsung misalnya dengan pengajian, tabliq akbar dan
face to face, hal ini disebabkan karena waktu dan rutinitas yang
dilakukan orang pedesaan relative masih rendah serta sikap individualismenya
masih rendah. Dari aspek panda’i biasanya cenderung lebih bersifat otoriter
dalam hal penyampaian materi dakwahnya. Materi dakwah di pedesaan biasanya
lebih bersifat agamis contohnya seperti: ibadah, fikih, akhlak dan muamalah.
Masyarakat pedesaan tidak begitu suka dengan materi dakwah yang disangkutpautkan
dengan ilmu teknologi ataupun politik negara.Masyarakat di pedesaan lebih menyukai dakwah
yang sesuai dengan tradisi mereka yang telah ada artinnya tidak mudah unutk
menerima pemahaman baru yang berbeda dengan pemahaman islam yang telah ada di
desa tersebut.
Menurut
pengamatan kami masyarakat desa masih kental dengan adat istiadatnya, begitu
pula dengan sikap solidaritasnya masih tinggi dan patut di contoh bagi kita
dalam hidup bermasyarakat.
Jadi sebelum
kita melakukan dakwah dimanapun
dan kapanpun kita harus mengetahui terlebih dahulu kondisi masyarakat yang akan
kita dakwai agar pesan yang kita ingin sampaikan bisa tersampaikan. Dan yang
perlu diingat bahwa manusia mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, maka
metode dakah yang digunskanpun berbeda-beda.
IV
DAKWAH PADA MASYARAKAT
PERKOTAAN
I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Istilah
masyarakat berasal dari kata bahasa Arab syaraka yang berarti (ikut serta dan
berpartisipasi). Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul,
dalam istilah ilmiah adalah saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat
mempunyai prasarana melalui warga-warganya dapat saling berinteraksi. Definisi
lain, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh
suatu rasa identitas bersama.
Sedangkan
untuk memahami konsep modern akan lebih mudah kalau dilacak dari akar
katanya. Secara etimologis modern berasal dari bahasa Latin “moderna”
yang berarti sekarang, baru, atau saat ini. Atas dasar itu, manusia dikatakan
modern sejauh kekinian menjadi pola kesadarannya. Dalam bahasa
Indonesia istilah modern sendiri adalah adjektive (kata sifat), di mana dalam
gramatikal Indonesia sebuah adjektive apabila ditambahi dengan
“isasi” berarti mempunyai makna proses, jadi modernisasi merupakan
sebuah proses modern. Namun yang perlu diketahui bahwa modernitas tidak hanya
menyangkut soal waktu, tetapi juga tentang pembaharuan. Artinya, selain
seseorang menjadikan kekinian sebagai basis kesadarannya, ia juga harus
mempunyai pola-pola pembaharuan dalam kehidupannya. Karena modernisasi secara
implikatif, cenderung merupakan proses yang di dalamnya komitmen
pola-pola lama dikikis, kemudian menyuguhkan pola-pola baru dan pola-pola baru
inilah yang diberi status modern.
2.
Rumusan
Masalah
a. Apakah yang dimaksud dengan masyarakat perkotaan ?
b. Bagaimanakah karakteristik masyarakat perkotaan ?
c. Bagaimanakah metodologi dakwah pada masyarakat
perkotaan ?
3.
Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui masyarakat perkotaan
b. Untuk mengetahui karakteristik masyarakat
perkotaan
c. Untuk mengetahui metodologi dakwah pada masyarakat
perkotaan
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Masyarakat Perkotaan
Masyarakat adalah
sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup, dimana sebagian
besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok
tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan
hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas
yang interdependen. istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang
yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Masyarakat bisa
disebut juga sebagai suatu perwujudan kehidupan bersama
manusia. Dalam masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial,
proses antar hubungan dan antar aksi. Di dalam masyarakat sebagai suatu lembaga
kehidupan manusia berlangsung pula keseluruhan proses perkembangan kehidupan.
Dengan
demikian masyarakat dapat diartikan sebagai wadah atau medan tempat
berlangsungnya antar aksi warga masyarakat itu. Tetapi, masyarakat dapat pula
diartikan sebagai subyek, yakni sebagai perwujudan warga masyarakat dengan
semua (watak) dalam suatu gejala dan manifestasi tertentu atau keseluruhan,
sosio, dan psikologi.
Untuk
mengerti bentuk dan sifat masyarakat dalam mekanismenya ada ilmu masyarakat
(sosiologi). Pengertian secara sosiologis atau ilmiah ini sesungguhnya sudah
memadai bagi seseorang profesional supaya ia
lebih efektif menjalankan fungsinya di dalam masyarakat,
khususnya bagi pendidik. Bahkan bagi setiap
warga masyarakat adalah lebih baik apabila ia mengenal “masyarakat” dimana ia
menjadi bagian daripadanya. Lebih dari pada itu, bukanlah seseorang itu adalah
warga masyarakat yang sadar atau tidak, selalu terlibat dengan proses dan
mekanisme masyarakat itu.
Masyarakat
perkotaan identik dengan masyarakat modern (maju) dan di pertentangkan dengan
masyarakat pedesaan yang akrab dengan sebutan masyarakat tradisional, terutama
dilihat dari aspek kulturalnya. Masyarakat modern adalah masyarakat yang
sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke
kehidupan dalam peradaban masa kini. Pada umumnya, msyarakat modern tinggal di
daerah perkotaan sehingga disebut masyarakat kota.
Dalam
masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (desawi) dengan
masyarakat perkotaan (kotawi). Akan tetapi, perbedaan tersebut tidak mempunyai
hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana karena dalam masyarakat modern,
seberapapun kecilnya desa, pasti ada pengaruh dari kota. Pembedaan antara
masyarakat pedesaan dan masyarakan perkotaan pada Bhakikatnya bersifat gradual.
Masyarakat perkotaan yang kita ketahui selalu identik dengan sifat yang
individual, egois, materialistis, penuh kemewahan, dikelilingi oleh
gedung-gedung yang menjulang tinggi, perkantoran yang mewah, dan pabrik-pabrik
yang besar. Asumsi dasar kita tentang kota adalah tempat kesuksesan seseorang
(S. Meno dan Mustamin Alwi, 1992: 34-35).
2.
Katakteristik
Masyarakat Perkotaan
Adapun Ciri-ciri masyarakat perkotaan
menurut Acep Aripudin adalah sebagai berikut :
a.
Kehidupan
masyarakat kota umumnya heterogen (agama, politik, dan ekonomi), memberi
peluang terciptanya kompetisi dan kreasi-kreasi baru sekaligus juga menjadi
ancaman.
b.
Masyarakat
kota lebih menghargai waktu, karena tuntutan demi kelangsungan hidup.
c.
Masyarakat
kota memiliki akses informasi lebih cepat karena dekat dengan pusat-pusat
informasi.
Sedangkan
menurut Soerjono soekanto m TFF dibandingkan dengan kehidupan agama di desa,
disebabkan cara berfikir rasional yang didasarkan pada perhitungan eksak yang
berhubungan dengan realita masyarakat.
a.
Orang kota
pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung kepada orang
lain. Sehingga yang dipentingkan bagi masyarakat kota adalah perseorangan atau
individu, berbeda dengan masyarakat desa yang lebih mementingkan kelompok atau
keluarga.
b.
Pembagian
kerja relatif tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata. Sehingga kemungkinan untuk
mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak.
c.
Jalan
berfikir rasional menyebabkan masyarakat kota menjalin interaksi didasarkan
pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
d.
Jalan
kehidupan yang cepat di kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu untuk
mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
e.
Masyarakat
kota biasanya bersikap terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh luar.
3.
Metodologi
Dakwah Pada Masyarakat Perkotaan
Istilah dakwah
digunakan dalam Al-Qur’an baik dalam bentuk fi’il maupun dalam bentuk masdar
berjumlah lebih dari seratus kata. Sementara itu dakwah dalam arti mengajak
kepada Islam dan kebaikan, dan 7 kali mengajak ke neraka atau kejahatan.
Al-Qur’an menggunakan kata dakwah untuk mengajak kepada kebaikan maupun kepada
kejahatan yang disertai risiko pilihan dan secara istilah dalam Al-Qur’an
banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan makna dakwah dalam konteks yang
berbeda. Secara terminology dakwah itu
dapat diartikan sebagai sisi positif dari ajakan untuk menuju keselamatan dunia
dan akhirat. Sedangkan menurut isatilah para ulama’ memberikan takrif
(definisi) yang bermacam-macam antara lain:
a.
Syekh Ali Mahfudz dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin, mengatakan dakwah
adalah “Mendorong manusia untuk berbuat kebajikan dan menhikuti petunjuk
agama, menyeru mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari perbuatan munkar
agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
b.
Toha Yahya Oemar, mengatakan dakwah adalah: Mengajak manusia dengan cara
bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk
kemaslahatan dan kebahagiaan mereka dunia dan akhirat.
c.
Syekh Muhammad al-ghazali dalam bukunya Ma’allah mengatakan, bahwa dakwah
adalah program pelengkap yang meliputi semua pengetahuan yang dibutuhkan
manusia, untuk memberikan penjelasan tentang tujuan hidup serta menyingkap
rambu-rambu kehidupan agar mereka menjadi orang yang dapat membedakan mana yang
boleh dijalani dan mana kawasan yang dilarang.
d.
Aboebakar Atjeh dalam bukunya, Beberapa Catatan Mengenai Dakwah Islam,
mengatakan, Dakwah adalah seruan kepada seluruh ummat manusia untuk kembali
pada ajaran hidup sepanjang ajaran Allah yang benar, dilakukan dengan penuh
kebijaksanaan dan nasihat yang baik.
Dengan
begitu esensi dari dakwah itu sendiri adalah aktivitas dan upaya untuk mengubah
manusia , baik individu maupun kolektif , dari situasi yang tidak baik kepada
situasi yang lebih baik.
Dalam
kehidupan bermasyarakat, khususnya kehidupan umat Islam, dakwah mempunyai
kedudukan yang amat penting. Dengan dakwah,
dapat disampaikan serta dijelaskan mengenai ajaran Islam kepada masyarakat dan
umat sehingga sasaran dapat mengetahui perkara yang benar (haq) atau perkara
yang salah (batil). Peranan dakwah bukan setakat dapat membezakan tetapi dakwah
juga dapat mempengaruhi masyarakat untuk menyukai perkara yang baik serta dapat
menolak apa saja yang tidak betul yang berlaku dalam masyarakat. Sekiranya ini
dapat diwujudkan dalam masyarakat Islam, sudah tentu hasrat kehidupan yang baik
di dunia dan di akhirat dapatdicapai. Sesungguhnya dakwah mempunyai kedudukan
yang amat penting.
Dalam situasi masyarakat
masa kini yang mengharungi pelbagai cabaran dan dalam era globalisasi, dakwah
perlu digerakkan sebagai membimbing manusia ke jalan yang betul. Oleh yang
demikian, setiap individu Muslim perlu berganding bahu untuk sama-sama
melaksanakan usaha dakwah, menyampaikan ajaran Islam serta memberi kesedaran
mengenai ketinggian Islam bagi mewujudkan masyarakat Muslim yang terbaik. Untuk
itu, setiap Muslim perlu sadar dan perlu membangkitkan diri dalam dakwah,
sesuai dengan potensi atau keupayaan diri masing-masing. Terbinanya diri,
keluarga dan masyarakat yang Islamik merupakan matlamat utama dalam dakwah.
Islam
memang merupakan agama dakwah, mungkin lebih dari agama lainnya. Ada
tiga hal yang disebut sebagai hakekat dakwah islamiah. Hakekat dakwah itu
meliputi tiga hal, yaitu bahwa dakwah itu adalah merupakan sebuah kebebasan,
rasionalitas, dan universal. Ini merupakan prinsip dalam berdakwah yang
memilkiki nilai tinggi dimana kebebasan dalam memeluk agama—betapa Allah
memuliakan dan menghargai kehendak manusia, pikirannya dan perasaannya, serta
membiarkannya mengurus urusannya sendiri dan menanggung segala perbuatannya.
Karena prinsip ini merupakan prinsip kebebasan yang merupakan ciri manusia yang
paling spesifik. Dan sesungguhnya kebebasan khususnya kebebasan berakidah
merupakam hak asasi manusia yang paling pertama. Islam telah mendahulukan
ajaran dalam hal seruan kepada kebebasan naluri manusia dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia .
Dan
islam adalah agama yang berurusan dengan alam kemanusiaan. Karenanya dengan
seluruh pesan dengan cara yang amat dalam dan cerdas ada bersama manusia tanpa
ruang dan waktu. Sedangkan Manusia adalah
makhluk sosial yang membutuhkan manusia lain dalam kehidupannya, sekelompok
manusia yang saling membutuhkan tersebut akan membentuk suatu kehidupan bersama
yang disebut dengan masyarakat. Masyarakat itu sendiri dapat didefinisikan
sebagai suatu kesatuan
hidup manusia yang berinteraksi sesuai dengan sistem adat istiadat tertentu
yang sifatnya berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Dalam hidup bermasyarakat, manusia senantiasa menyerasikan diri dengan
lingkungan sekitarnya dalam usahanya menyesuaikan diri untuk meningkatkan
kualitas hidup, karena itu suatu masyarakat sebenarnya merupakan sistem adaptif
karena masyarakat merupakan wadah untuk memenuhi pelbagai kepentingan dan
tentunya untuk dapat bertahan namun disamping itu masyarakat sendiri juga
mempunyai pelbagai kebutuhan yang harus dipenuhi agar masyarakat tersebut dapat
hidup terus..
III
PENUTUP
Masyarakat
perkotaan identik dengan masyarakat modern (maju) dan di pertentangkan dengan
masyarakat pedesaan yang akrab dengan sebutan masyarakat tradisional, terutama
dilihat dari aspek kulturalnya. Masyarakat modern adalah masyarakat yang
sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke
kehidupan dalam peradaban masa kini. Pada umumnya, msyarakat modern tinggal di
daerah perkotaan sehingga disebut masyarakat kota.
Adapun ciri-
ciri dari masyarakat perkotaan yaitu:
1.
Kehidupan
masyarakat kota umumnya heterogen (agama, politik, dan ekonomi), memberi
peluang terciptanya kompetisi dan kreasi-kreasi baru sekaligus juga menjadi
ancaman.
2.
Masyarakat
kota lebih menghargai waktu, karena tuntutan demi kelangsungan hidup.
3.
Orang kota
pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung kepada orang
lain. Sehingga yang dipentingkan bagi masyarakat kota adalah perseorangan atau
individu, berbeda dengan masyarakat desa yang lebih mementingkan kelompok atau
keluarga.
4.
Pembagian
kerja relatif tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata. Sehingga kemungkinan
untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih
banyak.
5.
Jalan
berfikir rasional menyebabkan masyarakat kota menjalin interaksi didasarkan
pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
6.
Jalan
kehidupan yang cepat di kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu untuk
mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
7.
Masyarakat
kota biasanya bersikap terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh luar.
V
MODEL SISTEMATIKA
CERAMAH
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Peningkatan mutu pendidikan
dirasakan sebagai suatu kebutuhan bangsa yang ingin maju. Dengan keyakinan
bahwa pendidikan yang bermutu dapat menunjang pembangunan disegala bidang. Dan
dengan metode pembelajaran yang dilaksanakan, diharapkan tumbuh kegiatan belajar
sebagai akibat dari kegiatan mengajar. Dan dengan penggunaan metode yang tepat,
diharapkan proses belajar mengajar benar-benar mampu mendorong atau
menumbuhkan rasa ingin belajar
Ceramah
bertujuan memberikan nasehat dan petunjuk-petunjuk dimana audiens yang
bertindak sebagai pendengar. Da’wah adalah seni penaklukan
dengan kebijaksanaan (bil-hikmah). Disampaikan dengan pilihan kata yang tepat,
dan dalam rangka mencari ridho Allah SWT.
2.
Rumusan Masalah
a.
Apa definisi ceramah ?
b.
Bagaimana sistematika ceramah ?
3.
Tujuan Penulisan
a.
Untuk mengetahui definisi ceramah.
b.
Untuk mengetahui sistematika ceramah.
II
PEMBAHASAN
1.
Definisi Ceramah
Ceramah dalam kamus bahasa Indonesia adalah pidato yang bertujuan
untuk memberikan nasehat dan petunjuk-petunjuk, sementara ada audiensi yang
bertindak sebagai pendengar. Dengan melihat kepada pengertian diatas,
ceramah dapat diartikan sebagai bentuk dari dakwah yaitu dakwah bil-kalam yang
berarti menyampaikan ajaran-ajaran, nasehat, mengajak seseorang dengan melalui
lisan.
Ceramah terbagi dua yakni ceramah umum
dan ceramah khusus
a.
Ceramah umum
Ceramah adalah pesan yang bertujuan memberikan nasehat
dan petunjuk-petunjuk, sementara ada audiens yang bertindak sebagai pendengar.
Sedangkan umum adalah keseluruhan untuk siapa saja, khlayak ramai, masyrakat
luas. Jadi ceramah umum adalah pidato yang bertujuan untuk memberikan nasehat
kepada khalayak umum atau masyarakat luas. Di dalam ceramah umum ini
keseluruhannya bersifat menyeluruh, tidak ada batasan-batasan apapun baik dari
audiens yang tua muapun muda, materinya juga tidak ditentukan, sesuai dengan
acara.
b.
Ceramah khusus
Pengertian
ceramah sudah dipaparkan seperti yang diatas akan tetapi kali ini akan
dipaparkan pengertian dari ceramah khusus itu sendiri yang mana khusus adalah
tersendiri, istimewa. jadi ceramah khusus itu sendiri berarti ceramah yang
bertujuan untuk memberikan nasehat-nasehat kepada mad’u/pendengar atau khalayak
tertentu dan juga bersifat khusus baik itu materi maupun yang lainnya. Sedangkan
dalam ceramah khusus banyak batasan-batasan yang dibuat mulai dari audiens yang sesuai dengan
yang diinginkan dan materi juga yang
menyesuaikan dengan keadaan.
Contoh: Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) seperti bulan puasa dan lain-lain.
2.
Komponen-komponen Ceramah
a.
Da’i
(penceramah)
Seorang da’i atau pencermah harus mengetahui bahwa dirinya
adalah seorang da’i atau pencermah, artinya sebelum menjadi penceramah perlu
mengetahui apa tugas dari pencermah, modal dan bekal itu sendiri atas apa yang
harus dimiliki oleh seorang pencermah:
b.
Mad’u
Mad’u atau audiens merupakan sebagai penerima
nasehat-nasehat. Audiens bermacam-macam kelompok manusia yang berbeda mulai
dari segi intelektualitas, status ekonomi, status sosial, pendidikan, jenis
kelamin dan l,ain-lain.
c.
Materi
Agar lebih menggugah pemikiran para audiens untuk
mendengarkan materi-materi yang diberikan oleh sang pencermah. Oleh sebab itu,
harus dapat memiliki bahan yang tepat atau menarik agar si mad’u tertarik, dan
sesuai dengan pokok acara, materi yang akan disampaikan harus betuk-betul
dikuasai sehingga penampilan penuh keyakinan, tidak ragu, dan jangan sampai menghilangkan
konsentrasi dirinya sendiri. Dengan itu, materi harus disusun secara
sisitematis, dengan artian judul, isi, dan acara tersebut sifatnya betul-betul
mempunyai hubungan. Sehingga pembahasan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
d.
Metode Ceramah
Metode ceramah yaitu sebuah metode dengan menyampaikan
informasi dan pengetahuan secara lisan kepada audiens yang pada umumnya
mengikuti secara pasif. Muhibbin Syah, (2000). Metode ceramah dapat dikatakan
sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi,
dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang
sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham audiens. Sedangkan metode dakwah
adalah cara-cara yang dipergunakan oleh seorang da’i guna menyampaikan materi.
Sumber metode ceramah adalah alquran dan hadis, menunjukkan begitu besar
perannya metode dalam berdakwah.
e.
Media dakwah
Media adalah alat yang digunakan umtuk
menyampaikan materi ceramah kepada audiens. Berdakwah pada zaman sekarang tidak
hanya bisa dilakukan oleh para mubaligh di masjid, tetapi bisa dilakukan dengan
banyak cara dan banyak tempat banyak media yang bisa digunakan pada zaman
sekarang sebagai media dakwah seperti televisi, koran, majalah, buku, lagu dan
internet. Hal ini seperti yang dilakukan oleh beberapa grup musik nasyid yang
menggunakan lagu sebagai media dakwah.
4.
Struktur dan Sistematika
Ceramah
a.
Struktur Ceramah :
1.
Pembukaan
Terdiri dari tiga bagian yaitu : Salam pembuka, Ucapan penghormatan, Ucapan Syukur
Terdiri dari tiga bagian yaitu : Salam pembuka, Ucapan penghormatan, Ucapan Syukur
2.
Isi
Isi
teks ceramah adalah bagian yang penting karena dalam isi ini mengandung inti
dari sesuatu yang akan disampaikan dan dibicarakan
3.
Penutup
Biasanya berisi :
1)
Kesimpulan secara ringkas dari materi yang dijelaskan.
2)
Permintaan maaf kepada pendegar jika ada salah dalam berkata dan juga
menyinggung pembaca.
3)
Salam penutup.
b.
Sistematika Ceramah
a.
pendahuluan atau pembukaan
b.
salam pembuka
c.
sapaan kepada pendengar yang disampaikan secara runtut
d.
ucapan syukur kepada Tuhan
e.
pengantar ke topik
f.
isi
g.
penutup
h.
ucapan terimakasih, dan
i.
salam
c.
Ciri-ciri atau Kriteria Ceramah
1)
Isi ceramah yang akan disampaikan memiliki kesesuaian dengan
kegiatan atau acara yang berlangsung.
2)
Isinya bersifat menggugah serta dapat bermanfaat bagi para
pendengar ceramah tersebut.
3)
Isi ceramah tidak menimbulkan pertentangan.
4)
Isinya benar, objektif, dan jelas.
5)
Bahasa yang dipakai dapat dengan mudah dipahami pendengar.
6)
Bahasanya disampaikan dengan santun, bersahabat, dan rendah hati.
III
PENUTUP
Ceramah dalam
kamus bahasa Indonesia adalah pidato yang bertujuan untuk memberikan
nasehat dan petunjuk-petunjuk, sementara ada audiensi yang bertindak sebagai
pendengar. Dengan melihat kepada pengertian diatas, ceramah dapat
diartikan sebagai bentuk dari dakwah yaitu dakwah bil-kalam yang berarti
menyampaikan ajaran-ajaran, nasehat, mengajak seseorang dengan melalui lisan.
VI
MODEL SISTEMATIKA KHUTBAH
I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Khutbah merupakan perkataan yang mengandung mau’izhah
dan tuntunan ibadah yang diucapkan oleh Khatib dengan syarat yang telah ditentukan
syara’ dan menjadi rukun untuk memberikan pengertian para hadlirin, menurut
rukun yang telah ditentukan.
Secara etimologis (harfiyah),
khuthbah artinya : pidato, nasihat, pesan (taushiyah). Sedangkan menurut
terminologi Islam (istilah syara’); khutbah ialah pidato yang disampaikan oleh
seorang khatib di depan jama’ah sebelum shalat
dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun tertentu, baik berupa
tadzkiroh (peringatan, penyadaran), mau’idzoh (pembelajaran) maupun taushiyah
(nasehat).
Selain khutbah Jum’at,
ada pula khutbah yang dilaksanakan sesudah sholat, yaitu: khutbah ‘Idul Fitri,
‘Idul Adha, khutbah sholat Gerhana (Kusuf dan Khusuf). Sedangkan khutbah nikah
dilaksanakan sebelum akad nikah. Khutbah mempunyai arti yaitu memberi nasihat.
Berdasarkan pengertian di atas, maka
khutbah adalah pidato normatif, karena selain merupakan bagian dari shalat
Jum’at juga memerlukan persiapan yang lebih matang, penguasaan bahan dan
metodologi yang mampu memikat perhatian. Selain khutbah Jum’at, ada pula khutbah yang dilaksanakan sesudah sholat,
yaitu: khutbah ‘Idul Fitri, ‘Idul Adha, khutbah sholat Gerhana (Kusuf dan
Khusuf).
Sedangkan khutbah nikah
dilaksanakan sebelum akad nikah. Khutbah mempunyai arti yaitu memberi nasihat,. Sayangnya, media ini
terkadang kurang dimanfaatkan secara optimal. Para khathib seringkali
menyampaikan khutbah yang membosankan yang berputar-putar dan itu-itu saja.
Akibatnya, banyak para hadirin yang terkantuk-kantuk dan bahkan tertidur.
2. Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian singkat dalam
latar belakang, pemakalah mengajukan permaslahan sebagai berikut:
1.
Apakah pengertian khutbah ?
2.
Bagamanakah model sistematika khutbah?
3.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian khutbah.
2.
Untuk
mengetahui model sistematika khutbah.
II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Khutbah
Khutbah merupakan perkataan yang mengandung mau’izhah
dan tuntunan ibadah yang diucapkan oleh Khatib dengan syarat yang telah
ditentukan syara’ dan menjadi rukun untuk memberikan pengertian para hadlirin,
menurut rukun yang telah ditentukan.
Secara etimologis (harfiyah),
khuthbah artinya pidato, nasihat, pesan (taushiyah). Sedangkan menurut
terminologi Islam (istilah syara’); khutbah ialah pidato yang disampaikan oleh
seorang khatib di depan jama’ah sebelum shalat Jum’at dan setelah sholat sunnah
tertentu yang dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun tertentu, baik berupa
tadzkiroh (peringatan, penyadaran), mau’idzoh (pembelajaran) maupun taushiyah
(nasehat). Berdasarkan pengertian di atas, maka khutbah adalah pidato normatif,
karena selain merupakan bagian dari shalat Jum’at juga memerlukan persiapan
yang lebih matang, penguasaan bahan dan metodologi yang mampu memikat
perhatian.
Selain khutbah Jum’at,
ada pula khutbah yang dilaksanakan sesudah sholat, yaitu: khutbah ‘Idul Fitri, ‘Idul
Adha, khutbah sholat Gerhana (Kusuf dan Khusuf). Sedangkan khutbah nikah
dilaksanakan sebelum akad nikah. Khutbah mempunyai arti yaitu memberi nasihat,. Sayangnya, media ini
terkadang kurang dimanfaatkan secara optimal. Para khathib seringkali menyampaikan
khutbah yang membosankan yang berputar-putar dan itu-itu saja. Akibatnya,
banyak para hadirin yang terkantuk-kantuk dan bahkan tertidur.
2.
Menyusun Model Sistematika
Khutbah
a. Cara Sistematika Khutbah Pertama
a.
Pendahuluan,
berintikan hamdalah, dua syahadat, shalawat kepada Rasulullah Saw.
b.
Pokok Masalah
yang dibahas, semangat ketaqwaan dan ajaran
Al-Qur’an walau satu ayat.
c.
Batang tubuh
khutbah, adalah uraian khutbah yang dikuatkan oleh nash-nash yang berhubungan
dikaitkan dengan fakta dan sejarah.
d.
Beberapa
kesimpulan
e.
Penutup Khutbah
pertama, diiringi dengan harapan dan do’a.
b. Cara Sistematika Khutbah Kedua
a.
Pembukaan
dengan membaca hamdallah, dua syahadat, shalawat kepada Nabi, dan wasiat taqwa.
b.
Penguatan dan
ajakan
c.
Do’a dan
penutup mendoakan kaum muslimin
c. Khutbah Jumat
Khutbah nan
berisi nilai-nilai keagamaan memiliki beberapa jenis nan disesuaikan dengan
kondisi dan keadaannya. Dalam Islam, khutbah terdapat lima jenis, di antaranya
ialah khutbah Jumat, yaitu khutbah Idul Fitri, khutbah Idul Adha, khutbah
Istisqa, khutbah gerhana dan khutbah nikah.
1.
Khutbah
Jumat
a.
Dalil-Dalil Tentang Khutbah Jum’at
1)
Firman Allah
SWT dalam surat Al-Jumu’ah ayat 9 yang artinya:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) ÏqçR Ío4qn=¢Á=Ï9 `ÏB ÏQöqt ÏpyèßJàfø9$# (#öqyèó$$sù 4n<Î) Ìø.Ï «!$# (#râsur yìøt7ø9$# 4 öNä3Ï9ºs ×öyz öNä3©9 bÎ) óOçGYä. tbqßJn=÷ès? ÇÒÈ
Artinya: Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat
Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli[1475]. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
2)
Riwayat
Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar r.a.:
3)
“Adalah Nabi SAW. berkhutbah pada hari Jum’at dengan berdiri, kemudian
beliau duduk dan lalu berdiri lagi sebagaimana dijalankan oleh orang-orang sekarang”.
4)
Riwayat
Bukhari, Nasai dan Abu Daud dari Yazid bin Sa’id r.a.:
“Adalah seruan pada hari Jum’at itu awalnya (adzan) tatkala Imam duduk di atas mimbar, hal demikian itu berlaku pada masa Rasulullah SAW. hingga masa khalifah Umar r.a. Setelah tiba masa khalifah Usman r.a. dan orang semakin banyak, maka beliau menambah adzan ketiga (karena adzan dan iqomah dipandang dua seruan) di atas Zaura (nama tempat di pasar), yang mana pada masa Nabi SAW. hanya ada seorang muadzin”.
“Adalah seruan pada hari Jum’at itu awalnya (adzan) tatkala Imam duduk di atas mimbar, hal demikian itu berlaku pada masa Rasulullah SAW. hingga masa khalifah Umar r.a. Setelah tiba masa khalifah Usman r.a. dan orang semakin banyak, maka beliau menambah adzan ketiga (karena adzan dan iqomah dipandang dua seruan) di atas Zaura (nama tempat di pasar), yang mana pada masa Nabi SAW. hanya ada seorang muadzin”.
5)
Riwayat
Muslim dari Jabir r.a.:
"Pada
suatu ketika Nabi SAW. sedang berkhutbah, tiba-tiba datang seorang laki-laki,
lalu Nabi bertanya kepadanya: Apakah Anda sudah shalat? Hai Fulan! Jawab orang
itu : Belum wahai Rasulullah! Sabda beliau: Berdirilah! Shalatlah lebih dahulu
(dua raka’at) (HR. Muslim).
b. Khotib
Khotib
adalah seorang Da’i yang melakukan khutbah sholat Jum’at. Khotib harus dari
seorang muslim yang memiliki pengetahuan Islam yang luas, khotib juga harus
memiliki mental yang kuat.
Ketentuan-ketentuan untuk menjadi
khotib:
1)
Menguasai
rukun, syarat dan sunnah khutbah jum’at
2)
Hafal
Al-Qur’an dan Hadits
3)
Berpakaian
rapi dan sopan
4)
Bahasanya
mudah dipahami
5)
Baligh
6)
Ikhlas
7)
Materinya
siap
c. Syarat
Khutbah Jum’at
Syarat adalah sesuatu yang harus
dipenuhi dalam melaksanakan Sholat Jum’at. Syarat-syarat khutbah Jum’at:
1)
Masuk Sholat
Dhuhur
2)
Berdiri di
atas mimbar
3)
Laki-laki
4)
Duduk
diantara dua khutbah
5)
Suaranya
keras
6)
Harus berurutan
7)
Suci dari
hadas dan najis
8)
Tertutup
auratnya
d. Rukun
Khutbah
Rukun
khutbah adalah hal-hal yang harus dilakukan oleh khotib ketika khutbah Jum’at.
Rukun khutbah harus dipenuhi, jika tidak maka tidak sah.
Rosululloh SAW bersabda:
اَنَّهُ كَانَ
لاَيُطِيْلُ الْمَوْعِظَةِ يَوْمَ الْجُمْعَةِ اِنَّمَا هِيَ كَلِمَاتٌ
يُسِيْوَاتٌ
(روه
ابو داود)
Artinya: “ Tiada memanjangkan nasihatnya
pada hari Jum’at beliau memberikan amanat-amanat yang ringkas saja (HR. Abu
Daud)”.
Rukun Khutbah :
1)
Pujian-pujian
2)
Syahadatain
3)
Sholawat
Nabi SAW
4)
Meningkatkan
Iman dan Taqwa
5)
Baca ayat
Al-Qur’an
6)
Do’a
e. Sunnah Khutbah Jum’at
Sunnah khutbah adalah segala sesuatu
yang dikerjakan akan mendapatkan kesempurnaan dalam sholat Jum’at. Sunnah
Khutbah Jum’at:
1)
Diatas
mimbar
2)
Fasih, jelas
mudah dipahami
3)
Salam
4)
Materi
sederhana
5)
Duduk
sebentar waktu adzan
6)
Puji-pujian,
sholawat
7)
Jama’ah diam
f. Fungsi
Khutbah Jum’at
1)
Meningkatkan
Iman dan Taqwa
2)
Terjalinnya
Ukhuwa Islamiyah dan Silaturrahmi
3)
Sebagai
media dalam meningkatkan sesama
4)
Meningkatkan
persatuan dan kesatuan
5)
Memberikan
tambahan pengetahuan
6)
Menjadi
kontrol diri dan sosial di masyarakat
7)
Membentuk
generasi Islam yang berakhlak mulia
8)
Mempertahankan
ajaran Islam.
Khutbah Jumat sebagaimana namanya
maka dilakukan pada hari Jumat ketika dilaksanakannya salat Jumat. Salat dan
khutbah Jumat merupakan satu kesatuan dan khutbah Jumat ialah salah satu rukun
dalam salat Jumat.
Khutbah Jumat dilaksanakan sebelum
salat Jumat. Ketika azan Zuhur berkumandang, maka khatib naik ke mimbar buat
melaksanakan khutbah Jumat. Khutbah pertama dilakukan khatib dengan berdiri
kemudian Khatib duduk sebentar di antara dua khutbah. Dilanjutkan ke khutbah
kedua. Setelah selesai khutbah, Khatib kemudian turun dari mimbar. Selanjutnya
muadzin melaksanakan iqamat buat melaksanakan salat Jumat.
Para ulama menetapkan syarat-syarat
khutbah Jumat, di antaranya sebagai berikut.
1) Khutbah
dilakukan sebelum salat Jumat.
2) Khutbah
dilakukan setelah masuk waktu salat.
3) Khutbah
disampaikan dengan berdiri.
4) Duduk di antara
dua khutbah.
5) Dalam keadaan
kudus dari hadats.
Khutbah Jumat pada intinya berisi
nasihat-nasihat bagi umat Islam. Khutbah Jumat biasanya diisi dengan
pujian-pujian buat Allah, doa bagi umat Islam, janji dan ancaman Allah dan
Rasul-Nya, dan semua nan dapat memotivasi melakukan ketaatan atau mencegah dari
kemaksiatan.
III
PENUTUP
Secara etimologis (harfiyah), khuthbah artinya
pidato, nasihat, pesan (taushiyah). Sedangkan menurut terminologi Islam
(istilah syara’); khutbah (Jum’at) ialah pidato yang disampaikan oleh seorang
khatib di depan jama’ah sebelum shalat Jum’at dilaksanakan dengan syarat-syarat
dan rukun tertentu, baik berupa tadzkiroh (peringatan, penyadaran), mau’idzoh
(pembelajaran) maupun taushiyah (nasehat).
Selain khutbah Jum’at,
ada pula khutbah yang dilaksanakan sesudah sholat, yaitu: khutbah ‘Idul Fitri,
‘Idul Adha, khutbah sholat Gerhana (Kusuf dan Khusuf). Sedangkan khutbah nikah
dilaksanakan sebelum akad nikah. Khutbah mempunyai arti yaitu memberi nasihat,. Sayangnya, media ini
terkadang kurang dimanfaatkan secara optimal.
Adapun
Model Sistematika Khutbah:
a.
Pendahuluan,
berintikan hamdalah, dua syahadat, shalawat kepada Rasulullah Saw.
b.
Pokok Masalah
yang dibahas, semangat ketaqwaan dan ajaran
Al-Qur’an walau satu ayat.
c.
Batang tubuh
khutbah, adalah uraian khutbah yang dikuatkan oleh nash-nash yang berhubungan
dikaitkan dengan fakta dan sejarah.
d.
Beberapa kesimpulan
e.
Penutup Khutbah
pertama, diiringi dengan harapan dan do’a.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar Imam
Taqiyuddin.Bin Muhammad Alhusaini. Kifayatul Akhyar. Surabaya: Bina
Imam. 2003.
Al-Gazzi
Ibnu Qosim.Hasiyah Asy-Syekh Ibrahim Al-Baijuuri. Baerut: Dar Al-Fikr.2005.
Anwar
. Moch.Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib.Bandung: PT Alma’arif.1987.
Ancok. Djamaludin
dan Fuat Nashori Suroso. Psikologi Islami: Solusi Islam atas
Problema-Problema Psikologi. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994).
Arifin. Muhammad.
Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 1991)
Barnadib. mam. Filsafat
Pendidikan: Sistem dan Metode. (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Ilmu
Pendidikan IKIP Yogyakarta, 1976).
Basit, Abdul,
M.Ag.Wacana Dakwah Kontemporer. STAIN Purwokerto Press; Purwokerto; 2006.
Hasan bin Ahmad
bin Muhammad bin Salim Al-Kafi, Taqrirqtus Sadidah Fi Masailil Mufidah, Surabaya:
Dar Al-Ulum Al-Islamiyah, 2006.
Mukti Ali,
Ahmad. “Metodologi Ilmu Agama Islam”, dalam Taufiq Abdullah dan M. Rusli
Karim, (editor), Metodologi Penelitian Agama: Sebuah Pengantar.(Yogyakarta:
Tiara Wacara, 1989).
Mushtafa. Abid
Bishri. Tarjamah Shahih Muslim.Semarang: CV Asy-Syifa.1993.
Muqarrabin. Fiqih
awam. Demak: Cv. Media Ilmu.1997.
Rifa’i, Muhammad. Fiqih Islam. Semarang : Karya Putra
Thoha, 2013.
Rasjid. Sulaiman.
Fiqih Islam. Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2011.
Rahim. Kamaludin.
Fiqih Terpadu. Wakatobi : Cahaya Insan 2013.
Saefuddin. A.M.
Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi.(Bandung: Mizan, 1991).
Sulthon. Muhammad.
Desain Ilmu Dakwah. Pustaka Pelajar; Yogyakarta. 2003.
( JANGAN PERNAH BERHARAP SAMA MANUSIA KARENA AKAN MEMBUAT KECEWA TAPI TARUHLAH HARAPAN SAMA TUHAN INSYA ALLAH TIDAK AKAN MEMBUAT KECEWA)
Komentar
Posting Komentar